Pages

10 April 2013

Repost dari page facebook Darwis Tere Liye

*Kenapa Tere Liye MENOLAK Kontes Putri2an


Saya menolak kontes putri-putrian, dan menghimbau wanita manapun agar tidak ikut. Kenapa? Saya tidak akan membawa dalil agama dalam tulisan ini, saya akan gunakan saja logika, biar sama kuat. Toh, kalaupun saya membawa agama, frekuensi radionya sudah kadung berbeda.

Kenapa saya menolak kontes putri-putrian? Simpel, hei, tidakkah kalian telah membaca belasan novel Tere Liye, ratusan artikel, ribuan catatan, saya menulis tulisan yang hendak memuliakan wanita. Kecantikan tidak pernah dinilai dari sisi fisik. Saya menyanjung wanita agar mandiri, berpendidikan, percaya diri, dan semua karakter positif lainnya. Saya menulis kisah Laisa dalam novel/film Bidadari-bidadari Surga, meski beribu laki-laki bahkan melihatnya saja ogah, karena Laisa pendek, gempal, rambutnya keriting, jalannya seperti robot, jari tangannya tertekuk, tapi sungguh dia adalah bidadari surga dengan seluruh pengorbanannya untuk adik-adiknya, untuk keluarganya. Hatinya yang cantik, maka cantik sudah sisanya. Saya meletakkan karakter wanita begitu terhormat, memuji mereka sebagai sosok yang amat penting, dalam banyak novel dan tulisan.
Saya mendidik pembaca tulisan saya agar menyingkirkan menilai orang lain dari sisi fisik. Mati-matian menanamkan pemahaman baik tersebut, mulai dari tidak memandang rendah orang-orang di sekitar kita yang tidak cantik, atau bahkan punya keterbatasan, hingga pemahaman bagaimana sebuah 'kecantikan' hakiki tersebut. Bertahun-tahun saya melakukannya, terus menerus, lantas orang-orang dengan mudahnya kemudian menanamkan pemahaman sebaliknya lewat kontes putri-putrian, dengan gemerlap seolah hebatnya, padahal, sorry to say, kontes putri-putrian adalah produk dari industri artifisial. Itu bisnis. Mulai dari bisnis kosmetik, hingga positioning industri raksasa di belakangnya. Tidak pernah ada logika kontes putri-putrian itu memuliakan wanita.

Maka, apapun itu bentuknya, mulai dari Miss World, Miss Universe, hingga kontes Puteri Kerudung, puteri muslimah, sama saja. Tidak ada bedanya. Mau mereka bilang yang dinilai juga behaviour, brain, hei, lantas kenapa yang menjadi finalis hanya wanita-wanita cantik saja? Mau mereka bilang yang dinilai bisa mengaji, bisa ilmu agama, dan sebagainya, kenapa yang ada di atas panggung hanya wanita-wanita cantik menurut definisi umum saja? Tidak perlulah membumbui hal-hal yang memang sejatinya kontes kecantikan. Semua kontes ini hanya urusan bisnis, sponsor, tontonan, rating, kapitalisme yang berkedok.

Silahkan jika ada yang punya pendapat berbeda. Itu hak semua orang. Sama berhaknya saya mengemukakan pernyataan ini. Tetapi jika kalian menyukai dunia tulisan Tere Liye, mengerti maksud tulisan-tulisan tersebut, kalian akan paham, kita tidak boleh menilai orang lain dari fisiknya. Semua wanita terlahir cantik. Dan cantiklah semua wanita yang memiliki pemahaman: bahwa keunggulan fisiknya tidak akan diperlombakan, dipertontonkan, dan hal-hal yang jika dipikir lebih mendalam, justru merendahkan diri sendiri.

Salah satu argumen peserta kontes putri-putrian macam Miss Universe itu adalah, mereka bisa menaikkan turis mancanegara, meningkatkan pariwisata.

Well yeah, mari kita lihat datanya, Kawan. Venezuela adalah negara yg memenangkan Miss Universe 2008 dan 2009, kalian tahu berapa pertumbuhan turis mancanegara mereka setelah wanita mereka menang? Minus 3%. Jepang yang memenangkan tahun 2007, pertumbuhan turisnya setelah menang, nol sekian persen saja.

Dan Kanada, menang tahun 2005. Berikut data kunjungan turis di negeri itu:
19.145.000 2004
18.771.000 2005
18.265.000 2006
17.935.000 2007
17.142.000 2008

Menakjubkan, sejak menang Miss Universe, kunjungan turis ke Kanada turun drastis dari 18juta orang tinggal 17 juta orang. Di mana letak dampak kontes putri-putrian itu?

Saya ingin sekali orang-orang yang mendukung kontes putri-putrian, membaca data-data tersebut. Kita ini sedang diperdaya oleh industri artifisial. Jangan-jangan kita sedang menjadi alat bisnis saja. Dan sangat menyedihkan, jika mereka tidak tahu, kecil sekali, bahkan nihil saja kontribusi kontes-kontesan ini bagi kemajuan pariwisata. Bagi pemilik televisi, rating, sponsor, dsbgnya sih iya, maju bisnisnya.

Tulisan ini hanya bagi yang mau memikirkan ulang banyak hal.

0 comments:

Post a Comment